Merawat Keragaman Dalam Pancasila, Harus Dipahami Oleh Calon Pemimpin

JAKARTA – Memasuki Tahun Politik 2024 mendatang Indonesia akan kembali melaksanakan Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala daerah, Di masa masa Ini kebijakan para calon pemimpin diuji, akankah mereka beradu konsep dan gagasan demi Indonesia yang lebih baik? Atau kembali memainkan kartu politik Identitas yang mengedepankan Suku, Agama, Ras dan Golongan sebagai Isu utama?

Staff Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo menyatakan bahwa Indonesia terdiri dari banyak ragam unsur dalam masyarakat, keberagaman merupakan kenyataan hidup berbangsa, maka para pemimpin.

“Indonesia tidak bisa memaksakan Bangsa Ini menjadi Monokultur, seragam dan hanya satu warna, pemimpin yang memaksakan keseragaman, sesungguhnya melawan kodrat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang memiliki Aneka ragam Unsur dalam keragamannya , yang dibuktikan dengan 715 suku, serta ribuan etnis, bahasa serta agama dan aliran kepercayaan,” ucapnya kepada wartawan, Sabtu, (24/9).

Lebih lanjut Benny juga menyatakan bahwa Pancasila adalah kenyataan, tujuan dan cita cita bangsa Indonesia, maka siapapun yang akan memimpin indonesia nanti harus mampu merangkul seluruh lapisan bangsa.

“Pemimpin harus dapat membangun rasa persatuan dan kesatuan, karena Bhinneka tunggal ika itu adalah hal yang nyata dan ada dan lahir dari rahim ibu pertiwi dan terwujud dalam Bangsa Dan Negara Indonesia,” tuturnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, hendaknya para pemimpin tidak mengkhianati kenyataan itu dengan memaksakan keseragaman dan mengedepankan politik Indentitas, baik suku, ras maupun agama.

“Sesungguhnya kultur manusia Indonesia adalah kultur yang menerima, merayakan dan menghidupi keberagaman sepanjang hidupnya, kenyataan ini kemudian tertanam dalam nilai-nilai pancasila maka memaksakan monokultural, keseragaman dan kesamaan latar belakang merupakan pengkhiatan terhadap Pancasila dan Kebhinekaan,” tandasnya.

Benny menilai bahwa Pemimpin harusnya mampu memediasi kepentingan kepentingan unsur masyarakat yang berbeda dengan musyawarah dan mufakat, sekaligus mampu menciptakan gagasan sebangsa, senasib dan sepenanggungan dan mampu menyapa rakyat tidak hanya daerah daerah yang mudah di akses namun sampai kepada masyarakat di ujung ujung Indonesia.

“Di Era digital informasi dapat diperoleh dengan mudah, banyak sekali informasi bohong dan berita negatif yang dibagikan di masyarakat, tugas seorang pemimpin adalah mampu membimbing masyarakat agar cakap literasi, dan menjadu komunitas pemutus kata yang tidak hanya membagikan berita dan informasi namun juga mampu menyaring dan membedakan mana berita yang positif dan negatif,” sambungnya.

“Pemimpin harus mampu menjaga dan merawat inklusifitas yang menjadi inti kehidupan berbangsa dan bernegara, tetap berusaha menjadikan Pancasila menjadi dasar berkehidupan bangsa yang berkeberagaman tanpa mempertajam perbedaan namun membangun persaudaraan melalui gotong royong dan budaya budaya lokal yang mempersatukan bangsa,” pungkasnya.

Perlu komitmen dari para pemimpin bahwa dalam pemilu hendaknya yang dipertandingkan semata mata adalah gagasan dan tidak mengedepankan politik Identitas seperti suku, adat dan keagamaan dalam upaya memperoleh kekuasaan.

“Pemimpin kedepan harusnya tidak hanya visioner tapi mampu merangkul seluruh lapisan masyarakat dan mampu mengaplikasikan penghormatan terhadap keberagaman di dalam setiap kebijakan publik,” tutupnya.(Red)

Komentar