wartanionline.com – Peningkatan pembangunan ladang surya secara global dipandang penting dalam menghadapi krisis iklim. Namun, peneliti dari Murdoch University, Australia, mengingatkan bahwa ekspansi proyek energi surya harus dilakukan dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap ekosistem dan satwa liar.

Dalam sebuah studi yang dimuat di jurnal Renewable and Sustainable Energy Reviews, ahli ekologi satwa liar Profesor Trish Fleming menekankan bahwa fasilitas energi surya berskala besar, meskipun mengurangi emisi karbon, dapat membawa konsekuensi ekologis yang serius jika tidak dirancang secara bijak.

“Panel surya memang ramah lingkungan dalam konteks emisi, tapi kita tidak boleh menutup mata terhadap efeknya terhadap keanekaragaman hayati,” ujar Fleming, dikutip dari Phys, Kamis (17/7/2025).

Risiko Gangguan Habitat dan Navigasi Satwa

Studi tersebut menyebutkan bahwa pada 2023, panel surya telah mencakup lebih dari 37.000 kilometer persegi lahan di seluruh dunia. Dengan laju pertumbuhan kapasitas energi surya yang terus meningkat, kebutuhan lahan pun bertambah. Rata-rata, pembangunan satu megawatt energi surya membutuhkan pembersihan lahan seluas 2 hingga 6 hektare, yang dapat memicu degradasi habitat alami.

Salah satu temuan penting dari riset ini adalah bahwa permukaan panel surya yang memantulkan cahaya bisa membingungkan burung migran karena menyerupai kilauan air. Efek visual ini, dikenal sebagai polusi cahaya terpolarisasi, juga menarik serangga secara tidak sengaja, yang kemudian mengubah pola makan predator seperti burung dan kelelawar. “Hal ini bisa berdampak pada keseimbangan ekosistem lokal,” tambah Fleming.

Pemasangan pagar pengaman di sekitar ladang surya juga disorot karena dapat menghalangi pergerakan satwa, termasuk spesies yang bermigrasi, dan dalam beberapa kasus, bahkan menyebabkan kematian karena terperangkap.