wartanionline.com – Studi terbaru dari Universitas Stanford mengungkapkan bahwa peningkatan frekuensi cuaca panas dan kekeringan telah memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap hasil produksi tanaman pangan utama dunia. Penelitian ini dipublikasikan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences dan menunjukkan bahwa tanaman seperti gandum, barley (jelai), dan jagung menjadi yang paling terdampak.
Analisis menunjukkan bahwa dua faktor utama pemanasan suhu dan kekeringan udara telah meningkat secara tajam di hampir semua wilayah pertanian utama dunia. Beberapa kawasan bahkan mengalami musim tanam yang jauh lebih panas dibandingkan lima dekade lalu. Akibatnya, hasil panen global tanaman-tanaman tersebut tercatat mengalami penurunan antara 4 hingga 13 persen dibandingkan hasil yang seharusnya bisa dicapai dalam kondisi iklim yang stabil.
“Ada banyak berita tentang gagal panen di seluruh dunia, dan sering kali saya ditanya apakah dampaknya terjadi lebih cepat dari yang kita perkirakan,” ujar David Lobell, penulis utama studi dan Direktur Gloria dan Richard Kushel dari Pusat Keamanan Pangan dan Lingkungan (FSE) Stanford, dikutip dari Phys pada Rabu (7/5/2025).
Selain menyoroti penurunan hasil panen, studi ini juga mengungkap kelemahan dalam model iklim yang digunakan untuk memprediksi dampak perubahan iklim terhadap pertanian. Sebagai contoh, kekeringan ekstrem yang terjadi di Eropa dan China jauh melebihi apa yang diperkirakan oleh model-model iklim sebelumnya. Sebaliknya, wilayah pertanian utama di AS seperti Midwest mengalami pemanasan dan pengeringan yang justru lebih rendah dari proyeksi.
Hal ini menunjukkan adanya tantangan besar dalam pemodelan iklim regional, yang sangat penting untuk merancang strategi adaptasi. Kesalahan dalam prediksi tidak hanya membingungkan pemahaman kita tentang dampak perubahan iklim, tapi juga berpotensi menggagalkan berbagai upaya adaptasi. Salah satunya adalah strategi memperpanjang musim tanam dengan varietas tanaman yang membutuhkan waktu tumbuh lebih lama strategi yang bisa menjadi tidak efektif bila tidak mempertimbangkan ancaman kekeringan yang lebih parah dari yang diperkirakan.
Ancaman Serius Terhadap Ketahanan Pangan
Penemuan ini memperkuat urgensi untuk meningkatkan akurasi pemodelan iklim agar strategi adaptasi bisa lebih tepat sasaran. Studi juga mencatat bahwa bukan hanya tanaman pokok yang terdampak. Komoditas seperti kopi, kakao, jeruk, dan zaitun kini menghadapi tantangan dalam ketersediaan, yang mengarah pada kenaikan harga di pasar global.
Meski kenaikan harga komoditas tersebut tidak secara langsung mengancam ketersediaan pangan pokok, dampaknya tetap terasa oleh masyarakat umum karena memengaruhi harga barang konsumsi sehari-hari. Peneliti berpendapat bahwa fenomena ini bisa menjadi pintu masuk untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan dampak nyata perubahan iklim.
Tinggalkan Balasan