Kakao dalam Krisis Berkelanjutan

Komoditas kakao memasuki fase krisis berkepanjangan. Pasokan global terus menyusut setelah dua tahun gagal panen berturut-turut, terutama di Afrika Barat yang menyumbang lebih dari dua pertiga produksi kakao dunia.

Industri memprediksi bahwa output kawasan tersebut akan turun 10 persen pada musim 2025/2026. Di Ghana, salah satu produsen utama, pemerintah menetapkan harga dasar baru sebesar 51.660 cedi per ton hanya naik 4 persen dari tahun sebelumnya. Kenaikan ini dianggap jauh dari janji sebelumnya yang menargetkan 70 persen dari nilai ekspor sebagai harga panen.

Dengan permintaan global tetap tinggi dan pasokan terbatas, harga kakao terus menanjak. Namun, krisis ini membuka peluang bagi negara-negara produsen lainnya termasuk Indonesia asal mampu meningkatkan produktivitas dan kualitas, serta memperkuat proses hilirisasi dan akses pasar langsung.

Teh Mengalami Tekanan Harga

Berbeda dengan komoditas lainnya, harga teh justru mengalami penurunan sepanjang 2025. Pasokan yang melimpah di negara-negara produsen seperti India, Sri Lanka, dan Kenya menyebabkan kelebihan suplai global, menekan harga di tingkat lelang dan ekspor.

Indonesia sebagai salah satu eksportir teh juga terdampak. Di tengah tekanan harga, strategi hilirisasi dan diversifikasi produk menjadi solusi yang mendesak, agar nilai tambah tidak terus jatuh ke tangan negara pengimpor. Inovasi produk turunan seperti teh siap saji, teh kesehatan, dan kosmetik berbasis teh dapat menjadi peluang baru di tengah stagnasi harga komoditas mentah.