Dikatakan Sri Mulyani penerimaan dari fintech ini terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak dalam negeri dan badan usaha tetap (BUT) sebesar Rp 63,25 miliar, atau meningkat 3,97% dari bulan sebelumnya yang sebesar Rp 60,83 miliar.

Kemudian, ada PPh pasal 26 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak luar negeri dan badan usaha tetap, yang sebesar Rp 19,90 miliar atau meningkat 62,44% dari bulan sebelumnya yang sebesar Rp 12,25 miliar.

PPh atas bunga pinjaman yang disalurkan oleh fintech ini dipungut berdasarkan Undang-Undang (UU) no. 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Sri Mulyani bilang, penerapan pajak fintech ini, salah satunya, untuk memenuhi azas keadilan.

“Mereka yang punya daya beli dan pendapatan, bayar pajak. Jadi prinsip gotong royong untuk mereka berpendapatan kecil yang tidak bayar pajak,” tandasnya.

Sementara Sri Mulyani juga mengatakan penyesuaian tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen menyumbang Rp7,15 triliun ke anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) per Juli 2022.