Indonesia menghadapi tantangan serius dalam produksi beras, salah satu komoditas pangan terpenting bagi masyarakatnya. Penyebab utama di balik penurunan produksi beras belakangan ini adalah kebijakan pemerintah yang terlalu fokus pada program ekstensifikasi lahan pertanian, termasuk pengembangan lumbung pangan atau food estate.
Pandangan ini diungkapkan oleh Chendy Tafakresnanto, peneliti dari Pusat Riset Tanaman Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang menilai bahwa metode pembukaan lahan pertanian skala luas tidak cocok untuk kondisi Indonesia.
Indonesia, dengan karakteristik pertaniannya yang unik, lebih sesuai mengelola lahan sempit yang dioperasikan oleh petani melalui kelembagaan yang sudah ada. Hal ini bertolak belakang dengan tren penyusutan lahan sawah yang sudah menjadi rahasia umum. Data dari tahun 2019 menunjukkan bahwa luas lahan baku sawah hanya sekitar 7,46 juta hektare, menurun dari 7,79 juta hektare pada tahun 2013. Lebih lanjut, Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan bahwa luas panen padi pada Oktober 2023 hanya mencapai 10,2 juta hektare, berkurang sekitar 480 ribu hektare dibandingkan tahun 2019.
Penurunan luas panen secara langsung berimbas pada produksi beras, yang turun menjadi 30,9 juta ton dari 31,54 juta ton. Akibatnya, defisit neraca beras semakin melebar, dengan konsumsi beras nasional yang diperkirakan mencapai 35,3 juta ton per tahun. Situasi ini semakin diperburuk oleh kebijakan yang bertujuan menutupi defisit beras, namun malah memicu pro dan kontra di tengah masyarakat. Berkurangnya pasokan telah mendorong harga beras naik dalam beberapa bulan terakhir, menciptakan tekanan ekonomi bagi petani dan memicu potensi kelangkaan beras karena penahanan pasokan oleh industri penggilingan padi dan pedagang.
Penelitian dari Direktorat Informasi dan Data Auriga Nusantara, melalui Andhika Younastya, menunjukkan bahwa krisis beras merupakan bagian dari masalah yang lebih besar terkait ketidakseimbangan dalam pengembangan lahan pertanian. Data dari MapBiomas Indonesia menunjukkan bahwa, meskipun luas lahan pertanian di Indonesia meningkat menjadi 47,79 juta hektare pada tahun 2022 dari 38,5 juta hektare pada tahun 2000, pertambahan tersebut didominasi oleh lahan perkebunan sawit, bukan tanaman pangan.
Kondisi ini menunjukkan perlunya evaluasi dan penyesuaian kebijakan pertanian di Indonesia. Strategi yang lebih seimbang dan berkelanjutan, yang mempertimbangkan kearifan lokal dan kebutuhan nyata masyarakat, sangat dibutuhkan untuk mengatasi tantangan produksi beras dan ketahanan pangan nasional. Kebijakan yang mendukung diversifikasi tanaman dan pengelolaan lahan pertanian secara efektif, bersamaan dengan perlindungan lahan sawah yang ada, dapat menjadi langkah penting dalam memastikan ketersediaan beras bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Komentar