Ketika terjadi El Nino maka wilayah Indonesia akan mengalami penurunan curah hujan yang menyebabkan kemarau yang panjang. El Nino merupakan fenomena memanasnya suhu permukaan laut di Samudera Pasifik bagian tengah hingga timur.
Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) mendorong para petani membuat Indonesia menjadi negara paling kuat dalam menghadapi ancaman El Nino maupun krisis global dunia.
Mentan Syahrul juga meminta kepada jajarannya yang berada di lapangan untuk membantu para petani yang kesulitan dan meminta persiapan dari semua daerah di seluruh Indonesia untuk menghadapi El Nino.
“Semua pihak harus bergerak melakukan kolaborasi, adaptasi dan antisipasi terhadap berbagai tantangan yang ada. Termasuk dalam menghadapi cuaca ekstrim El Nino yang diperkirakan berlangsung hingga Agustus mendatang”, tegas Mentan Syahrul.
Senada dengan Mentan Syahrul, Kepala Badan Penyuluhan dan pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi mengatakan bahwa sejak awal tahun ini BMKG telah menyampaikan bahwa mulai bulan Mei akan terjadi El Nino dan ini akan berdampak pada sektor pertanian.
BMKG sudah memperingati kita, jika pada Mei dan Juni merupakan El Nino lemah, sedangkan pada Agustus merupakan puncak El Nino. Maka, pertanian tidak boleh bersoal karena manusia punya akal untuk mengantisipasi kekeringan yang melanda sektor pertanian”, tegas Kabadan Dedi.
Dalam acara Ngobrol Asyik (Ngobras) Volume 25, bertemakan Program Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dalam Antisipasi El Nino, Selasa (27/06/2023) di AOR BPPSDMP, Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian, Bustanul Arifin Caya mengatakan bahwa dengan terbatasnya curah hujan berarti harus diantisipasi. Diantaranya dengan melakukan efisiensi dalam penggunaan air.
Dalam pertanian kita ada sistem irigasi padi berselang, dan optimalkan embung yang ada. Selain itu, ada juga alsintan khususnya pompa air serta penggunaan varietas padi yang toleran terhadap kekeringan”, ujar Bustanul.
Menurut Narasumber Ngobras, Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Bambang Pamuji mengatakan diperlukannya strategi pemenuhan kebutuhan pangan tahun 2023, salahsatunya dengan mitigasi wilayah rawan kekeringan pada Juni sampai dengan Oktober.
Hal ini dapat dilakukan dengan penanganan dari dua persfektif, yaitu jangka pendek dengan percepatan tanam dan penggunaan varietas super genjah yang toleran kekeringan. Untuk memastikan ketersediaan air dapat dilakukan melalui pompanisasi, embung dan biostorage. Sedangakan untuk jangka menengah panjang melalui meningkatkan produktivitas”, urai Bambang.
Bambang menambahkan bahwa perubahan iklim ekstrim juga bisa berdampak pada pola perkembangan dan tingkat serangan OPT.
Selain itu salah satu strategi pemenuhan kebutuhan pangan tahun 2023. Diantaranya adalah mendorong diversifikasi pangan lokal jagung dan palawija serta tanaman lainnya di wilayah irigasi ujung atau yang tidak memiliki sumber pengairan lainnya sehingga tidak ada lahan yang tidak ditanami, pungkasnya. (HV/NF)
Komentar