Antisipasi El Nino, Kementan Gunakan Analisis Histori ENSO

JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) meminta kepada seluruh jajarannya untuk membantu para petani dengan melalukan berbagai antisipasi dan meminta persiapan dari seluruh daerah di Indonesia untuk menghadapi El Nino. El Nino merupakan fenomena memanasnya suhu muka di Samudera Pasifik bagian tengah hingga timur. Ketika terjadi El Nino maka di wilayah Indonesia akan mengalami penurunan curah hujan yang menyebabkan kemarau panjang.

 Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) mendorong para petani membuat Indonesia menjadi negara paling kuat dalam menghadapi ancaman El Nino maupun krisis global dunia.

“Semua pihak harus bergerak melakukan kolaborasi, adaptasi dan antisipasi terhadap berbagai tantangan yang ada. Termasuk dalam menghadapi cuaca ekstrim El Nino yang diperkirakan berlangsung hingga Agustus mendatang”, tegas Mentan Syahrul.

Menindaklanjuti hal tersebut, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Dedi Nursyamsi pada acara Ngobrol Asyik (Ngobras) Penyuluhan Volume 19, Selasa (16/05/2023) yang dilaksanakan di AOR BPPSDMP mengatakan El Nino adalah salah satu fenomena sebagai dampak dari climate change, selain itu ada juga La Nina dan serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang luar biasa.

El Nino merupakan fenomena kering dimana curah hujannya itu lebih kering dari biasanya. Yang disebut dari biasanya itu rata-rata curah hujan selama 25 tahun, kalo El Nino itu lebih kering dibandingkan dengan rata-rata selama 25 tahun itu, jelas Kabadan Dedi.

Sejak awal tahun ini BMKG telah menyampaikan bahwa El Nino akan terjadi pada Mei 2023 dan ini akan berdampak pada sektor pertanian. BMKG memperingati kita, pada Mei dan Juni merupakan El Nino lemah, sedangkan pada Agustus merupakan puncak El Nino. Pertanian tidak boleh bersoal, manusia punya akal untuk mengantisipasi kekeringan yang melanda sektor pertanian”, tegasnya.

Sedangkan menurut Narasumber Ngobras Elza Surmaini, merupakan Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN mengatakan salah satu penyebab penurunan produksi pangan adalah kekeringan yang merupakan dampak kejadian iklim ekstrim. Kekeringan berlangsung hampir setiap tahun dan intensitasnya meningkat tajam pada kondisi El Nino.

“Sebaliknya, pada saat El Nino terjadi peningkatan luas tanam karena turunnya tinggi muka air terutama pada lahan rawa lebak”, ujarnya.

Elza menambahkan bahwa produksi padi Indonesia terus mengalami peningkatan karena berkembangnya teknologi, namun produksi padi sangat berkorelasi kejadian ENSO. El Nino berkorelasi dengan penurunan produksi padi akibat kekeringan.

“ENSO sudah dalam kondisi Netral pada Maret-April 2023. Kemudian pada Juni-Oktober 2023 diprediksi berpeluang menjadi El Nino (>70%)”, pungkasnya. (HV/NF)

Komentar