JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) terus melakukan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan produktivitasnya dan menghadapi fenomena El Nino. Sektor pertanian adalah sektor strategis yang memberi kepastian keuntungan yang berlimpah. Pertanian juga terbukti menjadi sektor terkuat selama Indonesia dan juga dunia dilanda berbagai krisis. Langkah-langkah strategispun telah dilakukan Kementan diantaranya melalui Program Strategic Irrigation Modernization and Urgent Rehabilitation Project (SIMURP) yang diinisiasi oleh Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP)
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) telah menginstruksikan kepada jajarannya untuk mempersiapkan mitigasi menghadapi musim kemarau ekstrem atau El Nino.
“Saya meminta kepada jajaran untuk menyiapkan langkah mitigasinya. Langkah-langkah tersebut telah disiapkan dengan baik. Kita berharap dampak yang ditimbulkannya tidak akan mengganggu ketahanan pangan nasional,” kata Mentan Syahrul.
Mentan Syahrul juga menyatakan telah memperkuat sistem jaringan irigasi demi mencegah kekeringan pada lahan pertanian. Mentan juga mengingatkan agar petani tidak panik dan tetap kuat menghadapi berbagai krisis yang terjadi.
“Seluruh pihak, tak terkecuali, harus bergerak aktif berkolaborasi,melakukan antisipasi perubahan iklim, harus dapat beradaptasi saat kemarau nanti memanfaatkan infrastruktur air seperti dam parit, embung juga long storage dalam menghadapi cuaca ekstrim El Nino”, tegasnya.
“Saya makin yakin kalau pertanian itu baik, maka masalah apapun yang dihadapi bangsa ini bisa teratasi. Hal ini bisa kita buktikan dimana panen kita cukup untuk rakyat”, tegas Mentan Syahrul.
Hal senada disampaikan Kepala BPPSDMP, Dedi Nursyamsi bahwa El Nino tidak bisa dicegah, hanya bisa dihadapi dengan antisipasi dan mitigasi yang tepat karenanya itu perlu ada strategi khusus untuk menghadapinya.
El Nino adalah fenomena alam akibat climate change yang eratnya kaitannya dengan peningkatan konsentrasi kenaikan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Hal inilah yang menyebabkan suhu dipermukaan bumi hangat bahkan semakin panas. Sehingga, masa musim kemarau ekstrem mulai melanda Indonesia pada akhir Mei hingga awal Juni. Hanya saja, skalanya masih rendah.
Melalui Program Strategic Irrigation Modernization and Urgent Rehabilitation Project (SIMURP) yang diinisiasi oleh BPPSDMP dengan teknologi CSA, saat ini tengah difokuskan pada upaya strategis mengantisipasi El Nino. Diantaranya melalui pemupukan berimbang, memasifkan penggunaan pupuk organik selain kegiatan utamanya pemanfaatan irigasi dan penerapan teknologi Climate Smart Agriculture (CSA) atau Pertanian Cerdas Iklim, terang Kabadan Dedi.
Kabadan menambahkan bahwa teknologi CSA SIMURP mengajarkan banyak hal kepada petani, khususnya bagaimana melakukan pertanian pintar dalam menghadapi perubahan iklim ekstrim saat ini, hingga memasuki fenomena El Nino. Termasuk bagaimana cara mengantisipasi dan menangani penyakit tanaman dan langkah-langkah terhadap antisipasi dan mitigasi dampak perubahan iklim atau El Nino yang dilakukan Program SIMURP.
Diantaranya melalui pemupukan berimbang dan memasifkan penggunaan pupuk organik. Apabila GRK dapat ditekan maka akan frekuensi El Nino akan semakin berkurang. Karena tujuan utama dari Program SIMURP adalah menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), jelas Kabadan Dedi kembali.
Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep) Provinsi Sulawesi Selatan sebagai lokasi SIMURP, beberapa waktu lalu telah melakukan kegiatan pengukuran GRK di lokasi BPP Bungoro dan BPP Ma’ran. Pengukuran GRK dilaksanakan di lokasi Scalling Up Poktan Lamaloang Kelurahan Samalewa Kecamatan Bungoro, Poktan Lampe Tuli dan Poktan Adil Desa Punranga Kec. Ma’rang, Kabupaten Pangkep.
Kegiatan pengukuran GRK dilaksanakan oleh pendamping SIMURP CSA bersama-sama dengan TPM (Tim Pendamping Masyarakat) yang di dampingi oleh alumni ToM Program SIMURP, Faisal Rahim.
Kegiatan ini dilakukan sebagai upaya mitigasi El Nino melalui teknologi CSA Program SIMURP. Diantaranya demplot padi sawah sistem jajar legowo (Jarwo) dengan menggunakan alat tabur benih langsung (aTabela), caplak dan tali, ujar Faisal.
Sistem ini digunakan karena ramah lingkungan yang dianjurkan oleh Program SIMURP, seperti menggunakan pupuk organik, benih unggul, pestisida nabati, pengolahan lahan macak macak dan penggunaan sistem pengairan Basah Kering atau Alternate Wetting and Drying (AWD).
Pengukuran GRK dilakukan pada umur pertanaman padi usia 30 HST, 60 HST dan 90 HST. Selanjutnya hasil dari pengambilan sampel tersebut dikirim ke Balai Pengujian Standar Instrumen Lingkungan Pertanian (BPSI Lingtan) Pati untuk di analisa, tutup Faisal. (NF)
Komentar