JAKARTA – El Nino merupakan fenomena alami yang terjadi ketika suhu permukaan air di Samudra Pasifik Tengah dan Timur menjadi lebih hangat dari biasanya. Hal ini menyebabkan perubahan pola cuaca global yang dapat berdampak signifikan pada iklim di berbagai wilayah tidak hanya di Indonesia tapi juga di seluruh dunia.
Fenomena El Nino menyebabkan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia berkurang yang menyebabkan hari hujan berkurang di musim hujan sedangkan La Nina menyebabkan curah hujan bertambah yang menyebabkan hari hujan semakin panjang di musim kemarau.
Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) mendorong para petani membuat Indonesia menjadi negara paling kuat dalam menghadapi ancaman kekeringan El Nino maupun krisis global dunia.
“Semua pihak harus bergerak melakukan kolaborasi, adaptasi dan antisipasi terhadap berbagai tantangan yang ada. Termasuk dalam menghadapi cuaca ektrem el nino yang diperkirakan berlangsung hingga Agustus mendatang”, ujar Mentan Syahrul.
Menindaklanjuti hal tersebut, pada acara Mentan Sapa Petani Penyuluh (MSPP) Volume 17, Jum’at (12/05/2023) di AOR, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Dedi Nursyamsi (BPPSDMP) dalam arahannya mengatakan bahwa BMKG sejak awal telah memprediksi pada Mei sudah masuk zone El Nino, puncaknya diprediksi pada Agustus.
“El Nino prinsipnya musim kering dan pertanian memerlukan air untuk pertanian ini akan berdampak pada sektor pertanian, oleh karena itu kita siapkan langkah adaptasi karena pengairan berdampak 40% terhadap produktivitas pertanian”, jelas Kabadan Dedi.
Sedangkan menurut Narasumber MSPP Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Supari, menyampaikan bahwa akan terjadi potensi kekeringan yang terjadi pada sebagian wilayah Indonesia. Maka perlu dilakukan upaya untuk mengurangi risiko bencana seperti kekeringan, kekurangan air bersih dan gagal panen yang bisa memicu terganggunya ketahanan pangan.
“Diperlukannya antisipasi dini pada sektoral, sumber daya air, pertanian, perkebunan, kehutanan serta produksi pangan dalam rangka menjaga ketahanan pangan Nasional”, jelasnya.
Supari menambahkan bahwa prakiraan sifat hujan bulanan untuk Juni hingga Oktober menunjukkan kondisi bawah normal (lebih kering), terutama untuk wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Kalimantan bagian tengah dan selatan.
“Antisipasi dini diperlukan untuk menghadapi periode dan puncak musim kemarau tahun 2023, terutama pada wilayah yang diprediksi akan kering bahkan lebih kering dari biasanya”, pungkasnya. (HV/NF)
Komentar